Sabtu, 04 Mei 2019

Kau Mencintainya Karena Apa ? Apakah Hanya Sebuah Kalkulasi ? Berikut Penjelasanya

Saya sendiri sangat sepakat dengan pendapat Sujiwo Tedjo yang mengatakan bahwa "cinta itu tak pernah butuh alasan. Jika engkau masih memiliki alasan dalam mencintai, maka itu bukanlah cinta, tapi kalkulasi."  Itulah kenapa seorang ayah ketika ada laki-laki yang mendatangi anak perempuannya, ia selalu menanyakan, “Kenapa Engkau mencintai anakku ?”. Dan kalau si lelaki bisa menjawab, maka langsung disuruh pergilah ia, karena memang menurutnya cinta tak pernah butuh alasan, cinta tak butuh kata “karena”.

Mungkin ada yang beranggapan bahwa cinta memang harus ada alasan, karena memang kadang munculnya cinta diawalai dengan beberapa alasan umum seperti karena dia baik, cantik, kaya, dsb. Tapi tetap saja menurut saya cinta yang paling tinggi tingkatannya adalah cinta yang tak pernah mengenal alasan.
Engkau bisa melakukan hal gila apapun untuk yang kau cintai, dan ketika ada yang bertanya kenapa engkau rela melakukan itu semua untuk dia, maka tak ada yang lain yang keluar dari bibirmu, kecuali jawaban “karena aku mencintanya”.
Kau rela berlelah-lelah, bersimbah darah dan memberikan apa yang kau bisa dan yang kau punya hanya untuk yang kau cintai, dan ketika kau ditanya kenapa kau melakukan itu semua, kau hanya bisa menjawab : “Karena aku mencintainya”.
Ketika kau merasakan sakit yang dalam karena orang yang kau cintai, merasakan kecewa yang tak terperikan karena dia melukaimu, kau bisa dengan sangat mudah memaafkannya. Dan ketika ada yang bertanya kenapa kau bisa begitu saja memaafkannya, kau hanya bisa jawab : karena aku mencintainya.
Bahkan ketika semua yang kau lakukan tak pernah berarti di hadapannya dan dia memilih mencintai orang lain, kau mengikhlaskannya dengan mudah. Dan ketika banyak orang yang terheran-heran melihat keikhlasanmu membiarkannya pergi setelah apa yang kau lakukan untuknya, kau hanya mampu menjawab : “Aku ikhlas karena aku mencintainya. Aku mencintainya dengan cara yang lain, dengan cara untuk tak memilikinya, karena jika memang ia lebih baik dengan yang lain, ya sudah, aku ikhlas.”
Ya, jika engkau masih merasa bahwa semua yang kau lakukan untuk mencintai adalah sebagai sebuah pengorbanan, maka itu bukan cinta, karena cinta tak pernah butuh pengorbanan. Ketika engkau merasa engkau sudah berkorban, maka itu adalah kalkulasi. Itu bukan cinta.
Well… Mungkin cinta yang semacam ini terkadang masih sulit untuk kita lakukan, karena sedikit banyak pasti kita juga berharap mendapat timbal balik dari upaya kita untuk mencintai, minimal kita juga berharap dicintai dari seseorang yang kita cintai. Saya pikir, itu wajar, seperti seseorang yang mencintai Tuhannya karena beberapa alasan, seperti karena takut pada Tuhannya, takut pada murkanya, dan mkenginginkan dapat surganya. Menurut saya, ini adalah tingkatan yang paling rendah dalam mencintai Tuhan. Berbeda dengan para sufi yang jika ditanya kenapa engkau mencintai Tuhanmu, hampir bisa dipastikan bahwa mereka tak punya alasan untuk itu. Ia mencintai Tuhannya karena ia memang bener-bener cinta. Tak ada alasan lain.
Maka, jika engkau masih punya alasan untuk mencintai, sesegeralah berupaya untuk membuat cinta itu tak beralasan. Berusahalah untuk membuat cinta tanpa berharap apapun dan tanpa motif apapun, kecuali karena kau memang ingin mencintainya.

Previous Post
Next Post

1 komentar: